Peringatan Hari Buruh, Dapatkah Meningkatkan Kesejahteraan Mereka?

 

Oleh: Erna Ummu Aqilah

May Day (Hari Buruh) diperingati secara rutin setiap tahunnya, bukan hanya secara nasional bahkan internasional. Kali ini bertepatan dengan hari Rabu 1 Mei 2024.

 

May Day sendiri bertujuan untuk menghormati sekaligus mengingat, perjuangan buruh dalam melawan pelanggaran-pelanggaran hak-hak pekerja.

 

Di negara Indonesia sendiri, penetapan Hari Buruh sebagai libur nasional, dilakukan sejak 1 Mei 2013 pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

 

Dengan adanya peringatan rutin setiap tahunnya, diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat, dan mendorong para pemangku kepentingan untuk mengambil langkah nyata dalam mengatasi berbagai permasalahan ketenaga kerjaan. Sehingga kesejahteraan buruh dapat diwujudkan, benarkah demikian?

 

Menurut International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan, tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 5,2 persen pada 2024, berada di urutan ke 59 dunia.

 

Adapun menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2023 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta orang, setara 5,32 persen dari total angkatan ketenaga kerjaan.

 

Masih tingginya jumlah pengangguran, dan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan masih menjadi persolan nyata di negeri ini.

 

Persoalan lain juga kerap dialami oleh para buruh. Seperti pelanggan-pelanggaran dalam sistim kerja mulai gaji yang tidak sesuai, jam kerja yang tidak jelas dan lain sebagainya.

 

Dalam sistim kapitalis sekuler saat ini, negara belum sepenuhnya mampu mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh para buruh. Dengan dalih ekonomi dan menarik para investor, negara justru membuat berbagai kebijakan sebagaimana undang-undang Omnibus Law, yang disinyalir lebih berpihak kepada pengusaha dibandingkan pada buruh.

 

Dalam sistim saat ini, negara hadir hanya sebagai regulator antara pemodal dan pekerja. Sedangkan kita ketahui sebagian besar dari para penguasa saat ini, juga merupakan para pengusaha. Kalau sudah demikian, benarkah kebijakan yang diambil benar-benar berpihak pada buruh?

 

Berbeda dalam sistem pemerintahan Islam, dengan kesempurnaannya Islam memiliki seperangkat aturan yang luar biasa adilnya, sebab bersumber dari zat yang maha adil yakni Allah SWT.

 

Islam mengatur sedemikian rupa tentang pengupahan. Dalam Islam, upah tergantung dari akad yang sudah disepakati oleh pekerja dan pemberi kerja. Besaran upah ditentukan sesuai dengan manfaat yang dirasakan oleh pemberi kerja, bukan berdasarkan taraf kebutuhan fisik minimal yang diatur oleh Upah Minimum Regional (UMR).

 

Islam sangat tegas dalam hal pengupahan, apabila pekerja sudah melaksanakan kewajibannya, maka wajib baginya segera mendapatkan haknya.

 

Sebab Rasulullah SAW bersabda: “Berikanlah upah kepada seorang pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah).

 

Islam mampu membentuk masyarakat menjadi pribadi yang taat, sehingga mereka benar-benar tunduk pada aturan Tuhannya. Sebagai penguasa akan menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya. Sebab mereka menyadari akan tanggung jawab yang dipikulnya.

 

Sedangkan sebagai pengusaha, mereka akan memberikan hak-hak pekerja sesuai kesepakatan yang ada. Begitu pula para pekerja, mereka akan bertanggung jawab terhadap pekerjaanya, dan menjalankan amanah sebaik-baiknya, sehingga hubungan antara pekerja dan pemberi kerja berjalan sebagaimana mestinya.

 

Dalam sistim Islam, negara hadir sebagai pemelihara urusan umat. Karenanya wajib untuk memastikan seluruh umat terpenuhi segala kebutuhan primernya.

 

Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi para kepala keluarga, sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarga dengan baik.

 

Negara akan memastikan seluruh hukum berjalan sebagaimana mestinya, dan ketika terjadi pelanggaran akan diberikan sanksi tegas kepada para pelakunya.

 

Sehingga keadilan, keamanan, kenyamanan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir orang saja.

Wallahu alam bishshawwab.

Peringatan Hari Buruh, Dapatkah Meningkatkan Kesejahteraan Mereka?

Oleh: Erna Ummu Aqilah

May Day (Hari Buruh) diperingati secara rutin setiap tahunnya, bukan hanya secara nasional bahkan internasional. Kali ini bertepatan dengan hari Rabu 1 Mei 2024.

May Day sendiri bertujuan untuk menghormati sekaligus mengingat, perjuangan buruh dalam melawan pelanggaran-pelanggaran hak-hak pekerja.

Di negara Indonesia sendiri, penetapan Hari Buruh sebagai libur nasional, dilakukan sejak 1 Mei 2013 pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dengan adanya peringatan rutin setiap tahunnya, diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat, dan mendorong para pemangku kepentingan untuk mengambil langkah nyata dalam mengatasi berbagai permasalahan ketenaga kerjaan. Sehingga kesejahteraan buruh dapat diwujudkan, benarkah demikian?

Menurut International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan, tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 5,2 persen pada 2024, berada di urutan ke 59 dunia.

Adapun menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2023 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta orang, setara 5,32 persen dari total angkatan ketenaga kerjaan.

Masih tingginya jumlah pengangguran, dan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan masih menjadi persolan nyata di negeri ini.

Persoalan lain juga kerap dialami oleh para buruh. Seperti pelanggan-pelanggaran dalam sistim kerja mulai gaji yang tidak sesuai, jam kerja yang tidak jelas dan lain sebagainya.

Dalam sistim kapitalis sekuler saat ini, negara belum sepenuhnya mampu mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh para buruh. Dengan dalih ekonomi dan menarik para investor, negara justru membuat berbagai kebijakan sebagaimana undang-undang Omnibus Law, yang disinyalir lebih berpihak kepada pengusaha dibandingkan pada buruh.

Dalam sistim saat ini, negara hadir hanya sebagai regulator antara pemodal dan pekerja. Sedangkan kita ketahui sebagian besar dari para penguasa saat ini, juga merupakan para pengusaha. Kalau sudah demikian, benarkah kebijakan yang diambil benar-benar berpihak pada buruh?

Berbeda dalam sistem pemerintahan Islam, dengan kesempurnaannya Islam memiliki seperangkat aturan yang luar biasa adilnya, sebab bersumber dari zat yang maha adil yakni Allah SWT.

Islam mengatur sedemikian rupa tentang pengupahan. Dalam Islam, upah tergantung dari akad yang sudah disepakati oleh pekerja dan pemberi kerja. Besaran upah ditentukan sesuai dengan manfaat yang dirasakan oleh pemberi kerja, bukan berdasarkan taraf kebutuhan fisik minimal yang diatur oleh Upah Minimum Regional (UMR).

Islam sangat tegas dalam hal pengupahan, apabila pekerja sudah melaksanakan kewajibannya, maka wajib baginya segera mendapatkan haknya.

Sebab Rasulullah SAW bersabda: “Berikanlah upah kepada seorang pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah).

Islam mampu membentuk masyarakat menjadi pribadi yang taat, sehingga mereka benar-benar tunduk pada aturan Tuhannya. Sebagai penguasa akan menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya. Sebab mereka menyadari akan tanggung jawab yang dipikulnya.

Sedangkan sebagai pengusaha, mereka akan memberikan hak-hak pekerja sesuai kesepakatan yang ada. Begitu pula para pekerja, mereka akan bertanggung jawab terhadap pekerjaanya, dan menjalankan amanah sebaik-baiknya, sehingga hubungan antara pekerja dan pemberi kerja berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam sistim Islam, negara hadir sebagai pemelihara urusan umat. Karenanya wajib untuk memastikan seluruh umat terpenuhi segala kebutuhan primernya.

Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi para kepala keluarga, sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarga dengan baik.

Negara akan memastikan seluruh hukum berjalan sebagaimana mestinya, dan ketika terjadi pelanggaran akan diberikan sanksi tegas kepada para pelakunya.

Sehingga keadilan, keamanan, kenyamanan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir orang saja.
Wallahu alam bishshawwab.