Muhamadiyah Telah Tetapkan Puasa Ramadhan 1446 Hijriyah, Ini Jadwalnya

PORDES TANGERANG – Muhammadiyah telah menetapkan awal bulan Ramadan 1446 Hijriah atau awal puasa Ramadan jatuh pada hari Sabtu 1 Maret 2025 mendatang.

Keputusan tersebut berdasarkan maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 1/MLM//I.0/E/2025 yang ditandatangani Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir Muhammad Sayuti.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir Muhammad Sayuti menyampaikan kepada segenap insan mukmin di Indonesia selamat menyambut dan melaksanakan puasa Ramadan 1446 Hijriah.

“Semoga diberi kesehatan dan kekuatan sehingga dapat menunaikan seluruh rangkaian ibadah di bulan yang penuh rahmat dan berkah dengan sebaik-baiknya,” kata Haedar, Rabu 12 Februari 2025.

Lebih lanjut Haedar mengatakan puasa Ramadan senantiasa datang setiap tahun. Karenanya kehadiran puasa jangan sekadar menjadi ibadah rutin.

“Tetapi jadikan sebagai washilah (jalan, media) untuk menjadikan setiap muslim dan mukmin yang menunaikannya benar-benar menjelma sebagai insan bertakwa,” katanya.

Haedar menambahkan melalui puasa terbentuk nilai keutamaan yang tertanam dalam segenap kebaikan jiwa, pikiran, sikap, dan tindakan yang membawa kemaslahatan yang serba utama dan penuh makna.

“Setiap muslim berbuat yang benar, baik, cinta kasih, damai, kata sejalan tindakan, serta menebar segala kesalehan bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan,” pungkasnya.

Diketahui Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan pesan Ramadan sebagai berikut:

1. Bagi segenap kaum muslimin, mari jadikan puasa dan ibadah Ramahdan lainnya sebagai ‘Jalan baru kerohanian’ untuk melahirkan pencerahan hidup, baik pencerahan dalam beragama maupun menjalani kehidupan secara keseluruhan.

Umat muslim agar makin meningkatkan kualitas iman-takwa kepada Allah, yang memancarkan kesalehan dalam kehidupan sehari-hari tanpa merasa paling bertakwa (QS An-Najm: 32).

Seraya mampu menampilkan keteladanan diri dalam perilaku dan pengamalan keagamaan yang mendamaikan, menyatukan mencerdaskan, memajukan, serta menebar kebajikan utama yang rahmatan lil-‘alamin bagi kehidupan sesama dan lingkungan semesta.

2. Puasa Ramadan niscaya menghadirkan pencerahan rohaniah multiaspek, sehingga setiap muslim secara individual maupun kolektif menebar kemaslahatan bagi diri dan lingkungannya.

Jadikan puasa sebagai wahana atau jalan pencerahan. Berpuasa yang mencerahkan mengembangkan pandangan, sikap, dan praktik keagamaan yang berwatak tengahan (wasathiyah), membangun perdamaian, menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat kemanusiaan laki-laki maupun perempuan, menjunjung tinggi keadaban mulia, dan memajukan kehidupan umat manusia.

Berpuasa yang mencerahkan diwujdukan dalam sikap hidup amanah, adil, ihsan, dan kasih sayang terhadap seluruh umat manusia tanpa diskriminasi sebagai aktualisasi nilai dan misi rahmatan lil-‘alamin.

3. Hadirkan puasa dan ibadah Ramadan lainnya untuk membentuk diri bagi setiap muslim sebagai insan tercerahkan akhlak dan tindakannya.

Muslim yang tercerahkan buah dari ibadah puasa tidak akan mudah marah, buruk ujaran, dengki, dendam, congkak, menebar permusuhan, dan segala perangai yang buruk.

Jauhi pola hidup boros, berlebihan, dan pamer kemewahan di tengah banyak anak bangsa yang hidupnya susah dan berkemurangan.

Dalam kehidupan sehari-hari baik melalui hubungan langsung maupun media sosial senantiasa menebar kebaikan dan keluhuran nilai yang menunjukkan pribadi insan bertakwa yang utama.

Seraya tidak menebar hoaks, kata-kata buruk, kebencian, permusuhan, dan yang menimbulkan kerusakan dalam hubungan antar sesama dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

4. Berpuasa yang mencerahkan dapat menghadirkan spiritualitas keberagamaan yang berjiwa ‘Al-Ma’un’ dengan kepedulian sosial dan panggilan memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struktural dan kultural.

Sekaligus menjauhkan diri dan ekosistem kehidupan dari kekeringan rohani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, korupsi, kerusakan ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan.

Kembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi, memuliakan martabat manusia laki-laki dan perempuan, menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan, serta membangun pranata sosial yang utama.

Kembangkan kepedulian sosial yang tinggi untuk senantiasa rela berbagi dengan sesama terutama kepada saudara-saudara sebangsa yang hidupnya berkekurangan dan terkena musibah.

5. Melalui ibadah puasa yang mencerahkan dapat terbangun karakter manusia Indonesia yang religius dan berkeadaban luhur seperti

keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, kuat dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat khusus lainnya yang melekat dalam dirinya.

Sementara nilai-nilai kebangsaan lainnya yang harus terus dikembangkan adalah nilai-nilai spiritualitas, solidaritas, kedisiplinan, kemandirian, kemajuan, dan keunggulan.

Jika religiositas dan karakter keadaban mulia seperti itu yang tertanam dalam diri setiap insan muslim di negeri ini maka tidak akan terjadi wabah korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, eksploitasi sumberdaya alam, pencurian kekayaan negara, permusuhan antar sesama, berbagai bentuk kekerasan, demoralisasi, dan segala jenis pengrusakan tatanan lainnya yang membawa prahara atau petaka bagi masa depan bangsa dan negara.

6. Kekhusyukan beribadah puasa maupun ibadah lainnya di bulan Ramadan selama satu bulan mesti melahirkan hikmah beragama dan berperikehidupan yang serbautama.

Perbedaan dalam praktik ibadah hendaknya makin memperkaya toleransi yang tulus dengan mengedepankan ukhuwah seluruh umat, yang terbebas dari ananiyah hizbiyah atau keakuan kelompok yang mengoyak rumah kemajemukan milik bersama.

Jadikan agama dan puasa sebagai jalan keselamatan, kebahagiaan, dan lintasan perjalanan hidup yang mencerahkan diri,keluarga, dan peradaban bersama.

7. Dalam kehidupan keluarga jadikan puasa Ramadan sebagai momentum meneguhkan keluarga sakinah guna meningkatkan ikatan kuat kekeluargaan, edukasi bagi anak-anak lebih-lebih di kala libur sekolah, menjalin hubungan baik dengan tetangga dan warga masyarakat, serta menjadikan rumah sebagai tempat paling damai dan dapat menyelesaikan masalah-masalah secara baik sehingga terbangun pola kehidupan keluarga sebagaimana diidealisasikan Nabi bahwa ‘rumahku adalah surgaku’.

8. Hikmah berpuasa dapat melahirkan sikap efisien, hemat, dan menjauhi pemborosan. Bagi para pejabat publik saatnya memiliki jiwa kerohanian luhur yang menjunjung tinggi amanat rakyat.

Anggaran dan aset publik adalah milik negara yang mesti dipergunakan sebaik-baiknya untuk hajat hidup rakyat, bukan milik pribadi.

Pergunakan kekuasaan untuk kepentingan hajat hidup publik. Tunaikan tugas sebagai pengkhidmatan terbaik untuk mencerdaskan, menyejahterakan, dan memajukan kehidupan bangsa.

Tunjukkan kebaikan utama dalam bertutur kata, bersikap, dan bertindak sebagai para pejabat publik teladan.

9. Kepada para tokoh negeri baik nasional maupun daerah hendaknya menjadikan Ramadan sebagai bulan berintrospeksi dalam menjalankan amanat rakyat dan kebijakan-kebijakan publik yang memberi kemaslahatan sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa dan negara.

Tumbuhkan spiritualitas luhur yang mengedepankan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kemanfaatan bagi sesama dan lingkungan. Tunjukkan sikap kenegarawanan dan keteladanan secara autentik yang

mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan diri dan kroni. Jauhi ujaran dan pernyataan-pernyataan yang menimbulkan permusuhan

dan keresahan apalagi yang bersifat merendahkan Tuhan, agama, Nabi, dan kitab suci.

10. Para pemimpin negeri dan tokoh umat diharapkan mengembangkan mozaik ilmu dan hikmah yang tinggi sehingga memiliki sikap adil, ihsan, bermoral tinggi, cendekia, dan menjadi teladan terbaik.

Indonesia memerlukan para warga dan pimpinan negeri yang bertakwa sehingga melahirkan keadaban, intelektualitas, moralitas, dan tindakan-tindakan luhur yang membawa pada kemajuan dan kemaslahatan hidup bersama menuju Indonesia berperadaban tinggi.

Semoga Indonesia menjadinegara-bangsa yang dirahmati dan diberkahi Allah Subhanahu wa ta’ala. (*).