Tangerang, PORDES – Tanggal 22 Desember di Indonesia diperingati sebagai hari Ibu, yang menjadi wujud dari perjuangan emansipasi wanita.

Sejarah diperingati hari Ibu tanggal 22 Desember diawali dengan bertemunya para pejuang wanita yang mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I di tahun yang sama dengan Sumpah Pemuda 1928.

Pada Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung pada 23-27 Juli tahun 1938, menetapkan tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu dan menjadi awal sejarah Hari Ibu di Indonesia.

Melalui Dekrit Presiden No.316 tahun 1959, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional dan bukan hari libur.

Presiden Soekarno menyampaikan, perempuan adalah tiang negara. Oleh karena itu, perempuan diharapkan bersatu agar negara Indonesia tetap kuat.

Dilansir dari channel YouTube Al-Bahjah TV, Buya Yahya memberikan ulasan mengenai perayaan hari Ibu yang bertepatan tanggal 22 Desember.

Menurut Buya Yahya, sosok Ibu yang notabene adalah perempuan telah mendapat kemuliaan dalam Islam, dengan itu seorang perempuan sudah mempunyai derajat tersendiri dan tidak membutuhkan emansipasi yang lebih.

“Siapa orang yang perlu aku perlakuan baik ya Rasulullah, Jawab Rasulullah Ibumu, Ibumu, Ibumu. Semuanya,” ujar Buya Yahya.

Menurut Buya Yahya istilah hari Ibu merupakan hal yang tidak begitu urgent dalam islam, apalagi hanya diperingati sekali dalam setahun.

“Islam sudah menjadikan wanita tinggi (derajatnya) sehingga tidak perlu istilah emansipasi,” tambahnya.

Buya Yahya menyampaikan jika dengan Hari Ibu seseorang bisa menggugah hatinya untuk mengingat ibunya, maka itu menjadi sesuatu yang sah.

“Jika tujuannya untuk membuka orang yang lupa ibundanya, maka itu menjadi acara yang sah. Tapi jangan dianggap acara memuliakan Ibu hanya di hari itu saja,” pungkas Buya Yahya. (ard/pordes)

Sumber: Pedomantangerang.com