Oleh : Gusti Ramli

Provinsi Maluku Utara terkenal juga dengan sebutan Moloku Kie Raha (Empat Kesultanan). Yang mana terdapat beragam Suku, Ras, Agama, Budaya dan bahkan Sejarah yang mendunia. Disisi lain, Maluku Utara juga dikenal dengan Negeri atau tanah para Raja. Terlepas dari itu Provinsi Maluku Utara terdiri dari 1.474 pulau, jumlah pulau yang dihuni sebanyak 89 dan sisanya sebanyak 1.385 tidak berpenghuni.

Salah satu pulau yang menarik adalah pulau Hiri, tempat dimana masyarakatnya masih memiliki Nilai Adat dan Budaya yang sedari dulu selalu terjaga dari generasi ke generasi. Wilayah Kecamatan Pulau Hiri merupakan salah satu wilayah kecamatan dari tiga kecamatan yang tidak satu daratan dengan Pulau Ternate dengan luas 6.97 hektar yang terdiri dari 6 kelurahan.

Jumlah penduduk keseluruhan di Kecamatan Pulau Hiri pada tahun 2020 mencapai 3.241 jiwa. Berbatasan langsung dengan laut membuat masyarakat disini berprofesi sebagai nelayan, ada juga petani, pegawai negeri dan lain sebagainya.

Pada awalnya Pulau Hiri masih termasuk Kecamatan Pulau Ternate, namun berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor :08 tahun 2009 tentang Pembentukan Kecamatan Pulau Hiri pada tanggal 27 Maret 2009, maka Kecamatan Pulau Hiri yang sebelumnya merupakan bagian dari Kecamatan Pulau Ternate telah menjadi Kecamatan sendiri. Terlepas dari itu, pulau Hiri sendiri memiliki destinasi wisata yang sangat memanjakan mata dan membuat pengunjung akan merasa nyaman terhadap keindahan alamnya.

Etika dan tatakrama masyarakat pulau Hiri pun masih terjaga, itu sebabnya banyak sekali Mahasiswa yang berkunjung kesana baik kegiatan kampus maupun melakukan riset dan penelitian.

Terpisah dari seluruh keindahan dan pujian untuk pulau mungil itu, ada banyak cerita indah dan pengalaman berharga ketika penulis berkunjung kesana. Mengapa tidak, sesekali penulis dimanjakan dengan keluarga yang ramah dan baik hati. Disini kita masih merasakan suasana perkampungan dengan aktifitas anak-anak yang giat sekali belajar ilmu agama. Setiap sore hari anak-anak kecil dengan semangat tinggi berjalan beriringan menuju Tempat Pengajian Qur’an (TPQ).

Masyarakat Hiri sering mengimplementasikan konsep seorang filsuf kuno yaitu Aristoteles mengenai Makhluk Sosial, ia berpendapat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini masyarakat pulau Hiri masih saling tolong menolong atau gotong royong. Hiri juga bukan hanya sekedar pulau, tetapi sebagai tempat untuk pulang dan menenangkan pikiran dari berbagai macam aktivitas perkotaan.

Kearifan lokal berupa Adat dan Budaya terbilang masih terjaga dengan baik oleh masyarakat dan generasi pulau Hiri, bahkan seringkali masyarakat Hiri mengadakan upacara adat atau masyarakat setempat menyebutnya Cakalele/Hasa. Hasa merupakan tarian simbolis yang menggambarkan kisah para pejuang saat perang mengusir para penjajah, hingga saat ini tarian cakalele dilakukan sebagai tarian penjemputan pejabat atau orang-orang besar lainnya.

Pada aspek bahasa, mayoritas masyarakat disini menggunakan bahasa ternate sebagai instrumen interaksi dan komunikasi, bahasa ternate bukan hanya dipakai oleh kalangan orang dewasa tetapi bahasa ternate sering dipakai oleh anak-anak. Bahkan anak kecil yang berusia 5 tahun pun sudah bisa berbahasa ternate.

Pada aspek pembangunan di pulau Hiri, penulis hanya terfokus pada janji Pemerintah Kota Ternate atas kelanjutan pembangunan pelabuhan penyebrangan ke pulau Hiri yang berada di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan Ternate Barat. Sekelompok elemen pemuda, mahasiswa dan masyarakat yang terorganisir dalam Aliansi Masyarakat Pulau Hiri (AMPUH) menilai Pemerintah Kota seolah menganak tirikan masyarakat pulau Hiri sehingga menimbulkan kekecewaan yang mendalam atas janji Pemerintah Kota.

Ini dibuktikan dengan dilakukannya aksi demonstrasi oleh AMPUH di kantor Walikota Ternate pada beberapa bulan lalu.

Bagi penulis, Hiri tidak dapat didefinisikan dengan kata-kata, tetapi Hiri dapat didefinisikan dengan cinta. Sebab orang yang mencintai Hiri sama dengan dia mencintai dirinya sendiri. Sebelum mengakhiri catatan indah ini, penulis ingin mengatakan. “Hiri Bukan Anak TiriI”.