Soal Konflik Di Tubuh Komisi Informasi, Ketua PWN: Berpotensi Pengaruhi PSI

PORDES SERANG, – Persatuan Wartawan Nusantara (PWN) mencermati dinamika yang berkembang di lingkungan Komisi Informasi (KI) Provinsi Banten. Polemik antara Wakil Ketua KI, Moch. Ojat Sudrajat, dan Sekretaris Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Diskominfosatik) Banten, Karna Wijaya, memicu kegaduhan publik.

Hal itu menimbulkan kekhawatiran terhadap tata kelola informasi di Provinsi Banten, yang seharusnya menjadi prioritas utama keduanya.

Demikian disampaikan Ketua Persatuan Wartawan Nasional (PWN) Binter Saputra disela kegiatannya, Kamis 30 Januari 2025.

Menurut nya, kekosongan jabatan Sekretaris KI sejak Januari 2025 menjadi salah satu isu krusial yang memengaruhi fungsi penyelesaian sengketa informasi (PSI). Dugaan adanya upaya pengkondisian Kabid PIKK Diskominfo, Aat Subhan Syafaat, untuk mengisi jabatan tersebut, memunculkan spekulasi adanya konflik kepentingan. Moch Ojat dituding memainkan peran dalam mendorong Aat, yang berasal dari daerah yang sama dengannya, Lebak. Hal ini menciptakan kesan politisasi jabatan yang seharusnya diisi secara profesional demi kepentingan publik.

Ketiadaan aktivitas penyelesaian sengketa informasi (PSI) sepanjang Januari 2025 memunculkan wacana penerapan prinsip “no work, no pay” terhadap para Komisioner KI. Diketahui, gaji Ketua KI sebesar Rp30 juta, Wakil Ketua Rp28 juta, dan anggota Rp27 juta per bulan, dinilai tidak sepadan jika tugas pokok dan fungsi mereka tidak dilaksanakan. Hal ini menjadi sorotan tajam dari masyarakat, mengingat honor Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Banten hanya sepertiga dari gaji Komisioner KI.

Menurut Binter, ketimpangan ini menimbulkan kecemburuan sosial, terutama jika dibandingkan dengan pendapatan petugas kebersihan yang bekerja setiap hari dengan upah yang jauh lebih kecil. Transparansi penggunaan anggaran di Komisi Informasi  juga menjadi tuntutan publik yang harus segera dijawab.

Kisruh internal ini disinyalir tak lepas dari lemahnya kepemimpinan Plt. Kepala Diskominfo Banten, Nana Suryana. Selain polemik KI, Nana sebelumnya dikritik atas kekosongan komisioner KI selama tujuh bulan pada 2024 serta dugaan gratifikasi dalam pengadaan jaringan internet di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B). Diduga ketidakmampuan Plt. Kadiskominfo dalam mengantisipasi konflik di KI sejak Desember 2024 menunjukkan kurangnya perhatian dan sensitivitas terhadap permasalahan yang ada.

Sebagai bentuk kepedulian dan tanggungjawab, PWN menawarkan beberapa rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Banten untuk menyelesaikan masalah tersebut di antaranya,

Penunjukan Sekretaris KI yang Kredibel, Pemerintah harus menunjuk figur netral yang mampu menjaga profesionalisme tanpa memihak pada kepentingan tertentu, baik dari pihak Moch. Ojat maupun Karna Wijaya,
Mengevaluasi Kinerja Komisioner KI Penerapan prinsip atau aturan “no work, no pay” perlu dilakukan untuk memastikan para komisioner KI bekerja sesuai tugas dan fungsinya, Pengembalian gaji Januari 2025 oleh para Komisioner menjadi ujian integritas moral mereka.

Penggantian Plt. Kadiskominfo, Gubernur diharapkan segera menunjuk kepala definitif Diskominfo melalui mekanisme lelang jabatan yang transparan untuk mengakhiri berbagai masalah tata kelola di Diskominfo,

Transparansi Anggaran KI, Pemerintah dan KI harus membuka informasi anggaran yang dikelola untuk menghindari kecurigaan publik, terutama terkait alokasi dana miliaran rupiah untuk KI.

Sebagai lembaga yang bertugas,  lanjut Binter,  memastikan keterbukaan informasi publik, KI diharapkan mampu menjalankan perannya dengan profesional dan mengutamakan kepentingan masyarakat. Kisruh yang terjadi harus menjadi momentum untuk membenahi tata kelola kelembagaan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik di Banten.

PWN meminta kepada semua pihak untuk mengedepankan sinergi dan harmoni dalam penyelesaian masalah, agar Komisi Informasi dapat kembali menjalankan tugasnya sesuai mandat dan harapan masyarakat. (jack)