Preman di Pasar Sentiong Balaraja Picu Adu Jotos Akibat Sampah Berserakan

 

PORDES TANGERANG – Marbot Masjid di Pasar Sentiong bersitegang akibat sampah yang berserakan oleh penarik salar yang diduga preman.

Sebanyak 50 pedagang yang berada disekitar pasar membayar sampah sebesar Rp10 ribu rupiah perhari. Bahkan perbulan pedagang harus membayar sampah sebesar Rp500 ribu.

Yani Marbot Masjid mengatakan, pasar Sentiong Balaraja tidak memiliki tempat pembuangan sampah sementara, sehingga sampah yang berada didekat masjid menimbulkan bau yang tidak sedap.

Bau yang tidak sedap tersebut sudah tahunan dan persoalan sampah tak kunjung selesai lantaran penagih salar yang diduga preman tersebut tidak bertanggung jawab.

“Preman narik salar sampah, kita yang krna getahnya, uang diambil sampah ga di urus, dan tidak bertanggung jawab,” kata Yani saat dimintai keterangan Jumat, 10 Mei 2024.

Diteruskan, sekitar 50 pedagang kaki lima yang berjualan di lokasi itu, puluhan pedagang itu membayar salar atau iuran kepada sang preman tiap hari dan itu disinyalir pungutan liar (Pungli).

“Saya yakin itu pungutan liar (Pungli),” ujarnya saat dihubungi melalui telepon.

Ustaz Yani menyebut ada oknum kepala Desa (Kades) dan Jaro setempat dibelakang sang preman tersebut. “Dibelakang si LOTOT ini ada Lurah Endang Suherman dan Jaro Tabrani,” jelasnya.

Tak lama setelah cekcok mulut itu terjadi, kata dia, beberapa preman yang mengelola salar itu menghampiri nya saat ia membersihkan masjid jelang pelaksanaan sholat Jumat.

“Saya ditarik keluar masjid oleh beberapa orang preman dan berdebat soal sampah dan pungutan liar tersebut, mereka sudah melanggar aturan,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Desa (Kades) Tobat Kecamatan Balaraja Endang Suherman mengatakan, penanganan sampah tersebut dikelola DLHK Kabupaten Tangerang sehingga dirinya enggan berkomentar lebih dalam.“Iya. Sampah dikelola oleh DLHK,” singkatnya. (Rez)

Preman di Pasar Sentiong Balaraja Picu Adu Jotos Akibat Sampah Berserakan

Tangerang Pordes- Marbot Masjid di Pasar Sentiong bersitegang akibat sampah yang berserakan oleh penarik salar yang diduga preman.

Sebanyak 50 pedagang yang berada disekitar pasar membayar sampah sebesar Rp10 ribu rupiah perhari. Bahkan perbulan pedagang harus membayar sampah sebesar Rp500 ribu.

Yani Marbot Masjid mengatakan, pasar Sentiong Balaraja tidak memiliki tempat pembuangan sampah sementara, sehingga sampah yang berada didekat masjid menimbulkan bau yang tidak sedap.

Bau yang tidak sedap tersebut sudah tahunan dan persoalan sampah tak kunjung selesai lantaran penagih salar yang diduga preman tersebut tidak bertanggung jawab.

“Preman narik salar sampah, kita yang krna getahnya, uang diambil sampah ga di urus, dan tidak bertanggung jawab,” kata Yani saat dimintai keterangan Jumat, 10 Mei 2024.

Diteruskan, sekitar 50 pedagang kaki lima yang berjualan di lokasi itu, puluhan pedagang itu membayar salar atau iuran kepada sang preman tiap hari dan itu disinyalir pungutan liar (Pungli).

“Saya yakin itu pungutan liar (Pungli),” ujarnya saat dihubungi melalui telepon.

Ustaz Yani menyebut ada oknum kepala Desa (Kades) dan Jaro setempat dibelakang sang preman tersebut. “Dibelakang si LOTOT ini ada Lurah Endang Suherman dan Jaro Tabrani,” jelasnya.

Tak lama setelah cekcok mulut itu terjadi, kata dia, beberapa preman yang mengelola salar itu menghampiri nya saat ia membersihkan masjid jelang pelaksanaan sholat Jumat.

“Saya ditarik keluar masjid oleh beberapa orang preman dan berdebat soal sampah dan pungutan liar tersebut, mereka sudah melanggar aturan,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Desa (Kades) Tobat Kecamatan Balaraja Endang Suherman mengatakan, penanganan sampah tersebut dikelola DLHK Kabupaten Tangerang sehingga dirinya enggan berkomentar lebih dalam.“Iya. Sampah dikelola oleh DLHK,” singkatnya. (Rez)