Politisi Muda PDI P Soroti Tingginya Angka Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak 

PORDES TANGERANG – Anggota DPRD provinsi Banten, Abraham Garuda Laksono menyoroti fakta yang mengkhawatirkan tentang angka kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan masih tinggi.

“Statistik menunjukkan bahwa satu dari empat perempuan berusia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan seksual,” kata Abraham saat sosialisasi PPA di UMN Tangerang, Rabu, 11 Desember 2024.

Untuk itu Abraham menyerukan pentingnya peran aktif seluruh civitas akademika dalam upaya pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Tak hanya itu, politisi muda PDI perjuangan ini juga mendorong perguruan tinggi mengambil langkah konkret yakni mengintegrasikan materi pencegahan kekerasan seksual ke dalam kurikulum perkuliahan.

“Membentuk unit khusus untuk mendampingi korban kekerasan seksual, dan meningkatkan efektivitas mekanisme pelaporan kasus kekerasan seksual,” pintanya.

Dia berharap sosialisasi ini menjadi titik awal bagi UMN dan perguruan tinggi lain di Banten untuk menciptakan lingkungan kampus yang lebih aman, inklusif, dan ramah bagi seluruh anggotanya.

Sementara Akademisi UMN, Dr. Indiwan Seto Wahyu Wibowo mengatakan untuk mencegah pelecehan seksual terhadap perempuan di media sosial menurutnya dengan menggunakan Artificial Intelligence (AI).

“Sistem AI ini bekerja dengan menganalisis berbagai bentuk konten, termasuk teks, gambar, dan video, untuk mengidentifikasi pola perilaku cyberbullying,” kata Indiawan.

Keunggulannya lanjut Indiawan terletak pada kemampuannya mendeteksi bahkan bentuk-bentuk pelecehan yang terselubung dan sulit dikenali oleh manusia.

“AI, dapat menganalisis bahasa, konteks, dan emosi termasuk mengidentifikasi komentar, gambar, atau video yang mengandung unsur intimidasi, ancaman, atau pelecehan seksual, meskipun pelaku berupaya menyembunyikan maksud jahatnya,” katanya.

Indiawan menambahkan deteksi dini dan intervensi proaktif yang ditawarkan oleh sistem AI ini diharapkan dapat secara signifikan mengurangi dampak buruk cyberbullying terhadap korban.

“Intervensi bisa berupa peringatan kepada pelaku, penghapusan konten yang bersifat merugikan, atau bahkan pemblokiran akun pelaku dan memungkinkan pencegahan eskalasi pelecehan dan perlindungan korban dari trauma yang lebih dalam,” terangnya.

Menurut Indiawan meskipun penggunaan AI dalam memerangi cyberbullying menawarkan solusi yang lebih efektif dan efisien, tantangan tetap ada.

“Namun demikian, potensi besar AI dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman tidak dapat diabaikan. Dengan pengembangan dan penyempurnaan teknologi yang berkelanjutan,” jelasnya.

Penerapan etika dan regulasi yang tepat, AI berpotensi menjadi benteng pertahanan yang efektif dalam melawan cyberbullying dan melindungi pengguna media sosial dari ancaman kekerasan online. (gabel).