Politik Dinasti : Kekuasaan Keluarga Yang Berlanjut Di Indonesia
Politik Dinasti : Kekuasaan Keluarga Yang Berlanjut Di Indonesia
Oleh: Denisa Nadira Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Kom, FISIP UNTIRTA
Di Indonesia politik dinasti masih sering terjadi di beberapa daerah dan bahkan dianggap wajar bagi beberapa orang. Meskipun pemilihan umum masih berjalan, nyatanya politik dinasti masih tetap ada dan tidak menutup kemungkinan kepemimpinan keluarga masih terus berkuasa di beberapa wilayah di Indonesia.
Apa Itu Politik Dinasti?
Politik dinasti merupakan politik yang dipimpin atau dikuasai oleh suatu keluarga dan berlanjut hingga ke generasi-generasi berikutnya. Politik dinasti sering terjadi di beberapa jabatan dunia pemerintahan, seperti Wakil Presiden, Gubenur, Walikota dan lain sebagainya.
Peristiwa ini tidak hanya ada di ruang lingkup negara tapi juga daerah dan faktor kekuasaan keluarga ini biasanya karena akar pemerintahan yang sudah kuat sejak dulu, kepercayaan dari masyarakat, kurangnya pemberdayaan pemimpin-pemimpin baru, dan kekuatan ekonomi keluarga.
Di Indonesia, salah satu contoh politik dinasti yang pernah terjadi ada di Provinsi Banten, yakni Ratu Atut. Dinasti Keluarga Ratu Atut pernah menguasai Wilayah Banten bahkan Ratu Atut pernah menjabat sebagai Gubenur Banten hingga 2 periode, yakni 2007-2012 dan 2012-2017. Namun Ratu Atut terjerat kasus korupsi dan menyebabkan penurunan jabatan pada tahun 2014.
Keluarga Ratu Atut pernah menguasai Banten di berbagai jabatan, salah satunya ada Tatu Chasanah adik dari Ratu Atut yang saat ini menjabat sebagai Bupati Serang periode 2021-2026, Andika Hazrumy anak dari Ratu Atut yang pernah menjabat sebagai Wakil Gubenur Banten periode 2017-2022, dan Airin Rahcmi Diany menantu Ratu Atut yang pernah menjabat menjadi Walikota Tangerang Selatan selama 2 periode yakni tahun 2011-2016 dan 2016-2021, bahkan saat ini Airin mencalonkan diri menjadi Gubenur Banten tahun 2024. Politik Dinasti Ratu Atut ini menjadi bukti bahwa kekuasaan keluarga bisa mendominasi suatu wilayah.
Dampak Politik Dinasti Di Indonesia
Politik Dinasti merupakan peristiwa yang melanggar aturan norma Pancasila yang dimana tertulis di sila ke-5 ‘Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia’ dengan arti rakyat Indonesia harus melakukan tindakan yang adil sehingga terciptanya kerukunan dan tidak saling mencaci, begitu pula dengan politik dinasti karena seharusnya negara milik rakyat dan bukan milik salah satu keluarga.
Selain melanggar norma, Politik dinasti sangat berdampak untuk sebuah negara yang berlandasan Pancasila, yakni, Dominasi kekuasaan yang tidak sehat akan menutup kemungkinan kandidat baru yang lebih efisien bisa mencalonkan diri dan bisa menghambat inovasi baru dalam sistem pemerintahan.
Nepotisme dan korupsi akan semakin lebar karena membuka peluang kesempatan untuk tetap melanjutkan kepemimpinan keluarga atau penunjukkan anggota yang dekat dengan keluarga tersebut.
Tindakan korupsi bisa kapan saja terjadi karena anggota keluarga akan saling membantu serta melindungi untuk bisa terus mempertahankan kekuasaan keluarga walaupun cara yang dilakukan termasuk pelanggaran hak asasi manusia.
Kualitas demokrasi yang semakin rendah dan diabaikan, semakin banyak politik dinasti yang terjadi di Indonesia akan semakin merusak sistem demokrasi yang tidak adil karena calon-calon pejabat sering kali dipilih karena memiliki hubungan dengan anggota keluarga atau dekat dengan suatu keluarga. Hal ini menyebabkan pengurangan partisipasi rakyat di politik karena sudah dimonopoli atau dikuasai satu keluarga.
Peningkatan ketidaksetaraan sosial, rakyat akan merasa tidak memiliki hak yang sama di dalan dunia politik karena terhalang oleh oknum-oknum yang memiliki koneksi dan jaringan yang luas atau bahkan karena hubungan keluarga yang sangat berpengaruh di bidang politik. Alhasil pemerintahan yang diciptakan hanya akan berpihak ke satu kelompok tertentun dan bukan mementingkan nasib masyarakat yang tidak terpilih karena tidak mendapatkan hak yang sama.
Peningkatan ketergantungan pada kekuasaan keluarga, masyarakat lokal kemungkinan akan memilih calon kandidat yang sama walaupun mereka tidak puas dengan kinerja mereka hanya karena beberapa masyarakat merasa loyal kepada kandidat tersebut.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, politik dinasti sangat beresiko melemahkan sistem demokrasi di Indonesia dan juga akan menimbulkan kasus korupsi sehingga akan merugikan negara. Oleh karena itu sangat penting untuk meminimalisir praktik politik dinasti dan membuka peluang yang besar untuk kandidat-kandidat baru yang lebih inovatif dan berkualitas sehingga dapat membangun perubahan baru. Bagaimanapun juga menciptakan politik yang lebih inklusif, kompetitif dan berdasarkan meritokrasi akan menghindari dari kecurangan dan ketidakadilan pemerintahan, sehingga menghasilkan sistem pemerintahan yang adil dan makmur serta mensejahterakan masyarakat.