PIM Sebut Demokrasi di Kota Tangerang Alami Kemunduran

PORDES TANGERANG – Juru Bicara Nasional Poros Intelektual Muda (PIM) Topan Bagaskara mengatakan demokrasi di Kota Tangerang saat ini mengalami kemunduran yang sangat signifikan.

Demikian hal itu disampaikan Topan buntut adanya pernyataan sikap dari Asisten Daerah (Asda) I, Deni Koswara saat merespons masa aksi dengan menyebut ‘masa kita harus datang ke bawah segala macam.’

“Pernyataan tersebut sudah kabur dari substansi esensi berdemokrasi,” kata Topan dalam keterangan tertulis yang diterima Portal Desa, Minggu 8 Juni 2025.

Topan menambahkan jika dilihat dari lensa government by people bahwa pemerintah menjalankan kekuasaannya harus atas nama rakyat bukan dorongan diri sendiri.

“Pemerintah harus tunduk kepada pengawasan rakyat karena dengan adanya pengawasan dari rakyat akan menghilangkan otoriterisme para pejabat publik,” katanya.

Menurut Topan jika pola seperti ini terus dilakukan oleh Pemkot Tangerang ini akan menjadi bahaya bagi demokrasi di Kota penyandang ahlakul karimah tersebut.

“Tidak ada salahnya jika Sachrudin dan Maryono menemui massa aksi jika memang mereka mengingat jabatan yang mereka emban merupakan hasil turun ke masyarakat saat kampanye,” ujarnya.

Sambung Topan mengatakan merujuk pada Pasal 28F UUD 1945 bahwa setiap orang atau warga negara indonesia berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.

“Mengeluarkan sebuah pendapat dan kritik terhadap pemerintah bukanlah tindakan kriminal. Aspirasi wajib dijamin dan penyampai kritik dilindungi haknya,” tegasnya.

Pemkot Tangerang Tunjukan Mental Anti Kritik

Topan mengatakan ketika Pemerintah Kota Tangerang menyatakan bahwa aksi adalah membuka aib, itu artinya Pemerintah sudah melabeli kritik sebagai bentuk penghinaan.

“Hal ini justru memperlihatkan mental pejabat yang tak mampu membedakan ranah personal dan tanggung jawab,” kata Topan.

Menurut dia pentingnya pejabat Kota Tangerang melakukan restorasi pengertian antara kritik kepada pejabat publik dengan pengejekan kepada personal.

“Ini kacau jika pejabat publik tidak mengerti hal ini, karena pejabat publik harus siap dikritik,” katanya.

Topan menegaskan komunikasi yang buruk menyebabkan pudarnya kepercayaan publik terhadap elite pejabat termasuk juga pemerintah.

“Alih-alih menyampaikan informasi secara tepat dan benar, yang terjadi justru memunculkan wacana dan polemik tak berkesudahan,” tegasnya.

Terakhir Topan mengatakan Pemkot Tangerang saat ini gemar menerapkan pola tekno-populisme sebagai upaya mempersolek wajah kekuasaan.

“Dikit-dikit membuat berita cantik bagi setiap kebijakan padahal tidak ada kebijakan yang lepas dari evaluasi, kami sangat menyayangkan jika cara seperti ini menjadi counter atas setiap aksi kritik,” pungkasnya. (gabel).