Begini Klarifikasi Kuasa Hukum Pemilik Tanah di Kukusan Besar Labuan Bajo
Begini Klarifikasi Kuasa Hukum Pemilik Tanah di Kukusan Besar Labuan Bajo
PORDES LABUAN BAJO – Kuasa hukum Entin Martini dan Muhammad Thasyrif Daeng, Benediktus Janur, S.H mengatakan bahwa tanah yang berada di Kukusan Besar, Labuan Bajo merupakan tanah milik Sitti Nasijah Daeng Mawerra alias Daeng Ngintang alias Lolo Intang (Alm).
Hal itu berdasarkan ‘Soerat Pengakoean Hak Milik Keboen/Poelaoe Koekoesan Kecil dan Koekoesan Besar, tertangal 27 Februari 1957 yang dibuat dan ditandatangan oleh sejumlah pihak yakni Sitti Hasijah Daeng Mawerra/Daeng Ngintang (sebagai yang Berhak/Pemilik), Kepala Hamente Badjo, Sawedi, dan Kepala Hamente Nggorang, Ishaka.
Tidak hanya itu kepemilikan tanah tersebut juga dikuatkan dengan surat Pemberian Hibah/Pelimpahan Hak Milik Tanah dari Daeng Ngintang kepada anaknya Abu Soufyan Daeng Pabeta yang dibuat di hadapan dan ditandatangani oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Manggarai, Frans Sales Lega, tertanggal 15 Mei 1975.
“Setelah Ibu Sitti Nasih Daeng Mawerra alias Daeng Ngintang alias Lolo Intang meninggal dunia, tanah di Kukusan Besar dan Kukusan Kecil menjadi hak milik dari Bapak Abu Soufyan Daeng Pabeta sebagai ahli waris dari Ibu Sitti Nasih Daeng Mawerra,” kata Kuasa hukum Benediktus Janur dalam klarifikasinya yang diterima Portal Desa, Selasa 18 Februari 2025.
Kemudian lanjut Benediktus setelah Abu Soufyan Daeng Pabeta meninggal dunia, maka tanah tersebut menjadi hak milik para Ahli Warisnya, yakni Ibu Entin Martini (Istri) dan Muhmmad Thasyrif Daeng (Anak).
“H Maudu Djudje (Alm) tidak mempunyai hak milik atas tanah di Pulau Kukusan Besar. Dia hanya diberikan ijin untuk melepaskan/memelihara 13 ekor kambing sesuai dengan permintaan H. Maudu Djudje (Alm) kepada Ponggawa Bajo Sahabudin sebagaimana dinyatakan dalam Surat Keterangan tertanggal 20-70-1965,” jelasnya.
Benediktus menambahkan pada 11 Pebruari 1993 Abu Soufyan Daeng Pabeta pernah memberikan Surat Teguran kepada H Maudu Djudje (Alm) untuk memindahkan peliharaan miliknya dari tanah tersebut tetapi tidak menghiraukan Surat Teguran tersebut.
“Pada 15 Maret 2021, kami selaku Kuasa Hukum dari Klien kami, memberikan Surat Teguran/Somasi kepada Hj. Fatimah sebagai istri (ahli waris) dari H. Maudu Djudje (Alm) yang telah menggelapkan dan merampas tanah hak milik Klien kami di Pulau Kukusan Besar tersebut,” katanya.
Sambung Benediktus mengatakan I Gusti Putu Ekadana mesti tahu bahwa tanah di Kukusan Besar tersebut adalah milik dari Abu Soufyan Daeng Pabeta,
“Menurut keterangan Klien kami, sekitar tahun 2003, Saudara I Gusti Putu Ekada datang ke rumah Klien kami di Jakarta dan bertemu dengan Abu Soufyan Daeng Pabeta (Alm) dan Klien kami Entin Martini untuk maksud membeli tanah tersebut,” ujarnya.
Dikatakan Benediktus tanah di Pulau Kukusan Besar yang menjadi hak milik Kliennya itulah yang diajukan permohonan pendaftaran tanah/sertifikat hak milik ke Kantor BPN Manggarai Barat dengan alas hak yang terang dan jelas.
“Atas permohonan pendaftaran tanah/sertifikat hak milik dari Klien kami tersebut, Saudara I Gusti Putu Ekadana mengajukan sanggahan dengan dasar telah membeli tanah tersebut dari H. Maudu Djudje (Alm),” jelasnya.
Benediktus menjelaskan atas sanggahan Saudara I Gusti Putu Ekadana telah 3 kali dilakukan mediasi di Kantor BPN Manggarai Barat. Dari 3 kali mediasi tersebut kata Benediktus hanya 1 kali I Gusti Putu Ekadana hadir dalam mediasi.
Menurut Benediktus perbuatan H. Maudu Djudje yang secara diam-diam mengalihkan tanah milik Kliennya di Pulau Kukusan Besar menjadi hak miliknya patut diduga sebagai tindak pidana penggelapan tanah.
“Perbuatan dari H. Maudu Djudje yang menjual tanah milik Klien kami tersebut kepada I Gusti Putu Ekadana patut diduga sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU),” tegasnya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang merupakan salah satu bentuk financial crime/white collar crime.
“Bahwa hanya mafia tanah yang merampas tanah hak milik orang lain dengan cara melakukan tindak pidana penggelapan tanah dan dengan tindak pidana pencucian uang (white colar crime),” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) kembali menjadi sorotan publik setelah diduga terlibat dalam praktik mafia tanah.
Kasus ini mencul setelah Investor asal Bali I Gusti Putu Ekadana hendak membuat kembali sertifikat tanah miliknya di Pulau Kukusan, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mabar diduga ditolok BPN.
“Waktu itu kita rencana mau pisah sertifikat untuk 10 hektare. Dulu terbit 2 hektare, karena sibuk baru tahun 2024 saya ajukan kembali tapi ditolak, ternyata ada orang lain yang ajukan lokasi ini,” kata I Gusti Putu Ekadana, Senin 17 Februari 2025. (Oktavianus/Red).